Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu Organisasi
Otonom yang berada dibawah Muhammadiyah sebagai organisasi induk.
Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah yang bergerak dalam bidang
kemasyarakatan mempunyai cita-cita mulia untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi agama islam guna mewujudkan masyarakat islam yang
sebenar-benarnya dan diredhoi Allah SWT. Oleh karena itu Muhammadiyah
dalam menjalankan dakwahnya harus menyentuh seluruh elemen masyarakat
baik itu kaum elite sampai kalangan kaum awam, dan elemen Mahasiswa
sebagai kaum intelektual muda juga menjadi elemen penting yang akan
menyuarakan dakwah muhammadiyah amar ma’ruf nahyi munkar dikalangan
kampus.
Gagasan pembinaan kader di lingkungan mahasiswa dalam
bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adalah selaras dengan
kehendak pendiri Muhammadiyah, KHA. Dahlan, yang berpesan bahwa “dari
kalian nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi
kembalilah kepada Muhammadiyah” (Suara Muhammadiyah, nomor 6 tahun
ke-68, Maret II 1988, halaman 19). Dengan demikian, sejak awal
Muhammadiyah sudah memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional
harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke
Muhammadiyah.
Di samping itu, kelahiran IMM pada tanggal 14
Maret 2008 juga merupakan respon atas persoalan-persoalan keummatan
dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran
IMM sebenarnya merupakan sebuah keha-rusan sejarah. Faktor-faktor itu
antara lain ialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102) :
- Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia
- Terpecah-belahnya umat Islam dalam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politik ummat Islam yang semakin buruk
- Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis
- Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme
- Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler
- Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan
- Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid’ah, khurafat, bahkan ke-syirik-an, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi
- Kehidupan ekonomi, sosial dan politik yang semakin memburuk
Khittah Juang IMM
KH.
A. Badawi pada saat meresmikan IMM menandatangani piagam “Enam
Penegasan IMM” yang pada Munas (Muktamar I) tanggal 1-5 Mei 1965 di
gedung “MAWAR” Surakarta, ditegaskan lagi dengan sebutan Deklarasi Kota Barat. Adapun isinya menegaskan bahwa:
- IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
- Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
- Fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah
- IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
- Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah
- Amal IMM adalah lillahi ta’ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat
Tujuan
akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pertama kalinya ialah
membentuk akademisi Islam dalam rangka melaksanakan tujuan
Muhammadiyah. Sampai sekarang tujuan IMM masih seperti itu dengan bunyi
lengkapnya; “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”
Identitas IMM:
- IMM adalah organisasi kader yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan kemahasiswaan dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
- IMM memantapkan gerakan dakwah di tengah-tengah masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa
- Setiap anggota IMM harus mampu memadukan kemampuan ilmiah dan akidahnya
- Setiap anggota IMM harus tertib dalam ibadah, tekun dalam studi dan mengamalkan ilmu untuk menyatalaksanakan ketaqwaan dan pengabdian kepada Allah SWT.
Tiga Ruang Gerak IMM
Sebagai sebuah gerakan dakwah intelektual, IMM menetapkan tiga ruang gerak yang menjadi lahan garapannya. Pertama, keagamaan. Islam
merupakan merupakan landasan dan spirit (motivasi) perjuangan. Islam
tidak boleh hanya difahami sebagai ibadah yang bersifat rutinitas,
Islam tidak sekedar untuk pemenuhan kebutuhan spiritual belaka. Islam
juga tidak boleh dijadikan sebagai symbol belaka, apalagi kalau symbol
itu dimanfaatkan (dimanipulasi) untuk kepentingan politik, kekuasaan,
kekayaan, kesenangan dunia yang serba pragmatis (sesaat). Tapi Islam
mengandung ajaran yang universal dan menyeluruh (Q.S. Al Baqarah 208).
Segala gerak kehidupan manusia di bumi ini adalah dalam rangka
melaksanakan pengabdian kepada Allah SWT (Al-Dzariat: 56) dan
menjalankan peran kehalifahan (Al Baqarah: 30).
Kedua, kemasyarakatan.
Mahasiswa tidak boleh hanya bergerak mengukir karir pribadi, bersorak
dari kampus “menara gading” atau melemparkan wacana yang
mengawang-awang (berumah di atas angin). Tapi ia harus mempersembahkan
segala pikiran dan perbuatannya untuk kemaslahatan ummat dan bangsa.
Mahasiswa juga tidak boleh diam dalam melihat semua kebijakan yang
diambil penguasa, kebijakan harus diarahkan pada keberpihakan terhadap
masyarakat terutama kaum mustad’afin (kaum lemah).
Ali
Shariati (1996) menyatakan tanggung jawab pokok cendikiawan adalah
membangkitkan dan membangun masyarakat bukan memegang kepemimpinan
politik negara. Bila masyarakat dibimbing dan dibangun secara benar dia
akan dapat melahirkan pahlawan-pahlawan yang cukup tangguh untuk
memerintah dan membimbing masyarakat. Peran cendikiawan dalam membangun
masyarakat terletak dalam usahanya yang selalu dinamis, jika tidak
demikian pasti ia akan menyerah pada determinisme historis yang akan
melenyapkan kepribadian dan komitmennya. Perbedaan antara determinisme historis dan determinisme tuhan adalah
bahwa kita diciptakan oleh tuhan bukan oleh kekuatan sejarah, sehingga
semestinya kta lebih baik dan lebih unggul daripada determisme historis.
Ketiga, kemahasiswaan. Sebagai
kader dakwah intelektual, IMM memiliki tanggungjawab untuk membawa
mahasiswa kepada fitrahnya sebagai kekuatan pengontrol (agent of social control), pembawa perubahan (agent of social change) dan penerus estafet kepemimpinan ummat dan bangsa masa depan (iron stock).
IMM
bertanggungjawab untuk melawan pola-pola pendidikan yang jauh dari
nilai-nilai agama (sekuler), kehidupan mahasiswa (kampus) yang sarat
dengan hedonisme, materialisme, pergaulan bebas. Mahasiswa harus
menjadi penyelesai (problem solver) terhadap masalah-masalah
sosial, bukannya malah menjadi bagian atau memperparah masalah social
tsb. Mahasiswa adalah eksponen masyarakat yang selalu berada di front
paling depan dalam membela kedaulatan negara. Mahasiswa sebagai kaum
terdidik diharapkan menjadi penyambung lidah bagi masyarakat yang
kurang beruntung.
Untuk Itu semua, maka IMM akan mempersembahkan kadernya menjadi: kader persyarikatan (Muhammadiyah), kader ummat dan kader bangsa”. Inilah yang dikenal dengan Tri Dimensi Kader.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar